Kesan Kedua, Revisi Tujuh, dan Film Pendek



"Ra, bangun. Tidurnya di kamar aku aja" ia menepuk bahuku pelan-pelan. "Disini dingin, Ra, nanti kamu masuk angin loh"

"Aduuh, aku gak kuat jalan. Ngantuk banget, Re" 

"He! Bangun nggak? Aku seret nih!" 

Mataku terbelalak setelah mendengar teriakannya. "Apasih?" bentakku.

"Apanya yang apasih? Kalo kelamaan disini lo bisa masuk angin bego!" 

"Iya deh iya.." aku menyeret kaki menuju kamar tidur Reo. 

Kamar kos Reo adalah sebuah ruangan tiga kali tiga yang bisa menghadirkan cerita tersendiri Selain memiliki aroma khas antara parfum dan rokok, ruangan ini juga bisa membuatku betah berlama-lama disana. Padahal setiap kali aku main ke tempat kosnya, Reo selalu duduk di depan laptop dan sibuk dengan tumpukan buku, catatan, dan lembaran foto hasil lab lambung, paru-paru, jantung, ginjal, dan hati tikus kesayangannya. Walau pun kadang aku suka jengkel dengan perlakukannya, tapi setidaknya mengamati cara kerja dia yang tak kenal waktu dan berusaha memenuhi targetnya sendiri membuatku merasa 'aku pengen punya semangat kaya Reo'.

***

Sudah jam tujuh pagi, itu artinya aku melewatkan waktu sholat subuh, dan aku baru kepikiran sama keadaan Reo yang tadi sudah mimisan tapi kamarnya malah aku bajak. Dia tidur dimana semalam? batinku. 

Buru buru aku merapikan tempat tidur agar bisa segera keluar kamar dan mencari tau dimana Reo tidur semalam. Setelah beres aku bergegas keluar kamar. Kudapati seseorang sedang tidur di depan teras kamar berbalut selimut hijau pupus tebal bersama tiga orang lain. 

Aku melangkah perlahan melewati tubuhnya. Saat kakiku berada tepat di depan tubuhnya, handphone milik Reo berdering. Seketika Reo langsung bangun dan duduk, mencari letak handphonenya. 

"Selamat pagi, Pak.." ucap Reo setengah sadar. "Iya, pak, jam 10 drafnya sudah ada di meja bapak." Reo berkedip padaku. Bibirnya memberi isyarat padaku untuk menyalakan PC. "Baik pak, terima kasih."

Reo menarik nafas dalam-dalam. Sesekali dia menggelengkan kepala sambil berusaha mengumpulkan nyawa. "Ra.." panggilnya.

"Ha?" 

Kini Reo duduk di belakangku menghadap monitor yang sama. "Coba buka folder skripsi, cari yang ada tulisannya revisi tujuh" ia mengamati setiap tulisan yang ada di situ. Namun tiba-tiba kepalanya disandarkan pada bahuku. "Sebentar aja.." ucapannya nyaris tak terdengar.

Tak berselang lama ia mengangkat kepalanya. "Langsung print aja, Ra" perintahnya.

"Emang udah kamu revisi?" 

"Udah, sebagian." jawabnya datar-datar saja.

Reo menyambungkan handphone dengan kabel speaker di dekat pintu kamar. "Bangun woy!" Reo meneriaki tiga manusia tak berdosa yang tergeletak dilantai teras depan kamar.

"Ra.." 

"Kenapa lagi, Re?" aku menoleh ke belakang. 

Pria cuma tersenyum, "Suara kami memang terdengar sama"

"Eh, enggak kok, maaf"

"Santai aja.." Pria menyalakan rokoknya sambil duduk di depan pintu. "Untung ada kamu, Ra" ucapnya tiba-tiba.

"Maksudnya?" 

"Cewek mana sih yang rela tidur di tempat kos cowok cuma demi nyumbingin konsep buat film pendek konyol  bikinan anak eksak kaya kami," pandangan kami beradu. Aku mencari penjelasan lebih dari ucapan 'untung ada kamu'. 

"Ah, lupakan.. lupakan.. masih pagi," lanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar