Mad by NeYo

Sebelumnya Jogja City Mall

“Assalamualaikum,” sapanya dari ujung telfon.

“Waalaikumsalam,” jawabku.

“Kok saya jadi kikuk gini ya? Hahaha” ucapnya nyaris tak terdengar.

“Yaudah kalau gitu dimatiin aja telfonnya”

“Jangan!” teriakan itu terdengar melengking.

“Hmm..”

“Duh, saya mau ngomong apa ya..”

“Ya terserah.”

“Saya boleh cerita tidak?”

“Cerita aja,” sejenak tidak ada suara dari ujung sana. “Hallo, kamu tidur?”

“Tunggu sebentar,”

Samar-samar terdengar alunan lagu yang kebetulan aku hafal sebagian liriknya. “She’s staring at me. I’m sitting, wondering what she’s thinking. Nobody’s talking cause talking just turns into screaming. Ohhh..” aku ikut bernyanyi pelan.

“Kok kamu tau lagu ini?”

“Kenapa? Gak boleh?”

“Boleh kok,” sahutnya sambil terkekeh.

“Gimana? Mau cerita apa mas Pria?” aku bertanya dengan nada lemah lembut.

Terdengar Pria sedang menarik nafas dalam-dalam. “Saya baru bertemu teman lama. Namanya Naya. Setelah sekian lama ternyata dia tumbuh menjadi wanita yang cantik. Padahal dalam ingatanku, Naya masih sebulat dulu. Sekarang dia sudah mirip artis ibu kota. Pakai dress merah jambu dan higheels, turun dari sedan bersama laki-laki yang gak kalah mentereng.”

“Jangan bilang dulu dia pernah suka sama kamu terus kamu tolak karena dia bulat kaya tahu?”

Pria tertawa renyah. “Kebalik, Ra”

“Daebaaak! Terus.. Terus..” aku berdecak kagum.

“Kalau kamu kira saya cerita seperti ini karena menyesal, kamu salah, Ra” tuturnya datar. “Naya itu wanita super duper baik. Diantara sekian banyak teman wanita saya, cuma dia yang paling bisa ngertiin kondisi saya.”

“Ohya? Sampai segitunya?”

“Serius. Bahkan ketika saya memutuskan untuk keluar dari Farmasi terus pindah ke Ilmu Hukum, Naya adalah orang pertama yang mendukung saya. Dia yang bantu saya jelasin semuanya ke orang tua. Jauh jauh dari Bekasi ke Sukoharjo cuma mau jadi tameng saya. Sementara saya? Saya sudah pergi jauh ke Batam waktu itu,” suara parau itu mengghilang sejenak.

“Hampir tiga bulan saya jadi waitress di Singapura,” lanjutnya.

“Waaaah! Keren! Terus gimana?”

“Ceritanya sampai situ aja dulu. Kapan kapan saya ceritain lagi. Biar ada bahan obrolan dan gak kikuk kaya tadi,” Pria terkekeh sendiri.

“Oke. Bisa bisa..”

“Hmmm..” gumam Pria.

“Apa?”

“Sudah malam. Waktunya ikan bobo..” ucapnya ragu-ragu.

“Oke, titip salam buat ikanmu ya.”

“Aku gak punya ikan, Ra”

“Besok aku belikan di Sunmor biar kamu punya ikan ya..”

“Asik!” seru Pria kegirangan. “Yaudah cepat tidur sana. Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam,” jawabku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar