Lembah UGM



Dia masih mengenakan jaket hitam kesayangannya ditambah dengan celana jins panjang dan sepatu nike hitam berjalan tepat di depanku. Menggandeng tanganku menembus kerumunan orang yang mengantri di depan stand makan.

"Bentar lagi magrib. Kamu mau sholat dulu atau makan dulu?"

"Aku mau beli es pisang ijo aja, terus sholat dulu" jawabku.

Dia mengangguk sambil melanjutkan langkahnya menuju sebuah stand es pisang ijo. Tubuhnya yang tinggi menjulang membuatku merasa kecil. Sesekali dia menoleh kebelakang untuk memastikan aku tidak hilang dalam riuhnya pasar sore di lembah UGM.

Suara adzan magrib telah berkumandang, membuat jalanan lebih lega karena semua orang menepi duduk di trotoar sambil menyantap makanan yang dibelinya dari stand-stand makanan.

Aku melihat sekeliling, setiap sudut menyuguhkan pemandangan yang sama. Ini tahun pertama aku puasa di Jogja. Semuanya masih terasa asing. Kalau dia tidak memaksaku untuk ikut aku juga tidak akan tau kalau selama bulan ramadhan lokasi yang dulunya menjadi tempat Sunday Morning disulap menjadi pasar sore.

Pasar sore di Lembah UGM hampir sama seperti "Sunday Morning". Selain lokasinya yang sama, efek macet yang ditimbulkan juga sama persis. Hanya ada satu perbedaannya; jenis barang yang dijajakan.

Kalau Sunday Morning barang yang dijajakan cukup bervariasi, dari baju, sepatu, kerudung, tas, seprai, selimut, dan kelambu semuanya ada. Lengkap. Tapi pedagang di pasar sore Lembah UGM hanya menjajakan makanan. Walau begitu makanan yang dijajakan cukup beragam, mulai dari es pisang ijo, batagor, es buah, kerak telor, sosis bakar, dan lain sebagainya.

Cup yang tadinya berisi es pisang ijo kini kosong. Setelah membayarkan selembar uang 10ribu dan 2 lembar uang 2ribu, kami melanjutkan perjalanan menuju masjid kampus untuk menunaikan ibadah sholat magrib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar